Anak kecanduan game online (ilustrasi). Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melakukan investigasi terhadap korban dampak negatif dari game online Roblox.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melakukan investigasi terhadap korban dampak negatif dari game online Roblox. KPAI menilai, sudah saatnya pemerintah bertindak tegas untuk melindungi anak-anak dari ancaman di dunia maya.
Komisioner KPAI pengampu subklaster Anak Korban Pornografi dan Cyber, Kawiyan, mengatakan anak-anak yang menjadi korban platform digital atau sistem elektronik (PSE) dan game online mengalami dampak yang serius. Dampak tersebut dinilai tidak hanya terbatas pada masalah fisik, tetapi juga mencakup aspek psikis, mental, dan sosial. "Kami meminta agar Kementerian Komdigi segera menindaklanjuti dengan melakukan investigasi secara menyeluruh terhadap para korban," kata Kawiyan pada Senin (11/8/2025).
Menurut Kawiyan, ada banyak kasus di mana anak-anak menjadi korban dampak negatif game online karena berbagai alasan. Salah satunya adalah memainkan game yang tidak sesuai dengan klasifikasi usia mereka. Selain itu, ada juga oknum-oknum yang memanfaatkan game sebagai jaringan digital untuk melakukan hal-hal ilegal seperti penipuan, eksploitasi, cyberbullying, serta mengajarkan kekerasan. Dia juga menyoroti kelalaian pihak PSE dalam mengoperasikan sistem elektronik mereka, yang membuat anak-anak menjadi lebih rentan menjadi korban.
Untuk itu, KPAI mendesak Kementerian Komdigi segera melakukan investigasi dan mencari fakta tentang jumlah korban serta tingkat keparahan dampak yang mereka alami, tidak hanya pada game Roblox, tetapi juga game lainnya. Kawiyan mengatakan berdasarkan undang-undang, Komdigi memiliki otoritas penuh untuk melakukan pemblokiran terhadap platform yang terbukti melanggar aturan.
Tindakan dan sanksi yang dapat diterapkan oleh pemerintah melalui Kementerian Komdigi sudah diatur dalam undang-undang. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), sanksi atau tindakan yang dapat dilakukan pemerintah tertuang dalam Pasal 16B. Sanksi tersebut bisa berupa teguran tertulis, sanksi administratif, penghentian sementara, hingga pemutusan akses.
UU ITE maupun Peraturan Pemerintah (PP) No. 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas) mengatur secara rinci prosedur keamanan yang harus dipatuhi oleh setiap PSE. "Kalau sebuah PSE tidak menjalankan kewajiban-kewajiban tersebut dan mengabaikan keselamatan dan perlindungan anak, maka PSE tersebut harus diberikan sanksi. Sanksi tersebut bisa berupa pemblokiran atau pemutusan akses secara permanen," kata Kawiyan.