
PERDANA Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali memicu perdebatan sengit setelah mengungkap rencana ekspansi militer besar-besaran di Jalur Gaza. Dalam wawancara dengan Fox News, Netanyahu menyatakan keinginan Israel untuk mengambil kendali penuh atas Gaza demi mengamankan wilayahnya, menyingkirkan Hamas, dan kemudian menyerahkan pemerintahan sipil kepada pihak ketiga yang tidak bermusuhan terhadap Israel.
"Kami tidak ingin memerintah Gaza. Kami ingin menyerahkannya kepada kekuatan Arab," ujar Netanyahu tanpa menyebutkan negara mana yang dimaksud atau seperti apa skema pascaperangnya.
Namun, rencana tersebut menuai penolakan dari berbagai pihak. Penolakan datang dari pimpinan militer Israel, keluarga para sandera, dan sejumlah negara mitra. Mereka khawatir akan semakin besarnya korban jiwa dan keterasingan Israel di panggung internasional.
Peringatan dari Militer dan Keluarga Sandera
Laporan media Israel menyebut Kepala Staf Militer, Letnan Jenderal Eyal Zamir, memperingatkan Netanyahu, pendudukan penuh Gaza ibarat “masuk ke dalam jebakan”. Ia menilai langkah itu akan memperburuk risiko terhadap keselamatan sekitar 20 sandera yang diyakini masih hidup, serta membahayakan pasukan Israel yang kini sudah kelelahan setelah perang berkepanjangan.
Kekhawatiran serupa juga datang dari keluarga sandera. Mereka menegaskan satu-satunya jalan untuk menjamin keselamatan para tawanan adalah melalui kesepakatan negosiasi dengan Hamas. Menurut harian Maariv, perkiraan terburuk menyebut bahwa sebagian besar, bahkan mungkin seluruh sandera, bisa tewas dalam serangan militer skala penuh, baik oleh penculik mereka maupun secara tidak sengaja oleh pasukan Israel sendiri.
Perpecahan Internasional dan Strategi Politik Dalam Negeri
Divergensi sikap juga terlihat di antara sekutu internasional Israel. Duta Besar Inggris untuk Israel, Simon Walter, menyebut pendudukan penuh Gaza sebagai "kesalahan besar", sekaligus menepis tuduhan pengakuan negara Palestina oleh Inggris adalah bentuk hadiah bagi Hamas.
Sementara itu, Duta Besar AS Mike Huckabee tetap mendukung hak Israel untuk menentukan kebijakannya sendiri. “Bukan tugas kami memberi tahu Israel apa yang boleh atau tidak boleh mereka lakukan,” ujarnya kepada CBS News.
Meski begitu, Netanyahu hingga kini belum menawarkan visi jelas mengenai masa depan Gaza pascaperang, selain menolak peran Otoritas Palestina, yang saat ini mengelola Tepi Barat dan mengakui keberadaan Israel.
Beberapa analis menilai ancaman pendudukan penuh bisa jadi hanya strategi untuk menekan Hamas agar kembali ke meja perundingan yang telah mandek. Namun, ada juga yang menilai Netanyahu sengaja memperpanjang konflik demi menjaga keberlangsungan koalisi pemerintahannya yang sangat bergantung pada dukungan faksi ultranasionalis.
Dua menteri sayap kanan, Itamar Ben Gvir dan Bezalel Smotrich, bahkan secara terbuka mendukung pengusiran warga Palestina dari Gaza dan menggantinya dengan pemukim Yahudi, langkah yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang berdasarkan hukum internasional. (BBC/Z-2)