
PEMERINTAH menargetkan alokasi perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektare yang hak pengelolaan diberikan kepada masyarakat. Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian (Instiper) Yogyakarta, Rawana menilai, program tersebut bisa berkontribusi positif bagi peningkatan ekonomi masyarakat, menjaga ketahanan pangan, serta memperbaiki kualitas lingkungan.
"Perhutanan sosial akan berkontribusi positif, paling tidak dalam tiga hal tersebut," kata dia saat konferensi pers Summer Course di Ektens Coffe and Space, Bantul, Jumat (1/8) petang.
Menurut dia, perhutanan sosial akan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat lewat hasil tanaman pangan serta tegakan kayu yang ditanam. Di saat bersamaan, potensi tanaman pangan dari perhutanan sosial juga bisa untuk menjaga ketahanan pangan serta diintegrasikan dengan program makan bergizi gratis.
Jika perhutanan sosial berjalan dengan baik, ekosistem lingkungan juga agak lebih baik. Perubahan iklim serta pemanasan global awal-awalnya dimulai dari deforestasi.
Lewat perhutanan sosial, kerusakan bisa diperbaiki. Lahan-lahan terlantar bisa dimanfaatkan ditanami aneka tanaman budidaya sehingga lebih produktif.
"Program pemerintah untuk mengembangkan perhutanan sosial bisa menjadi sebuah potensi besar jika terkelola dengan baik," papar dia. Pendampingan yang baik, lanjut dia, menjadi salah satu kunci keberhasilan program perhutanan sosial.
Masyarakat belum diedukasi cara mengelola kawasan hutan agar memberikan nilai ekonomi dan pelestarian lingkungan.Rawana menyebut dari luasan yang ada, baru sekitar 8 juta terealisasi dengan melibatkan kelompok tani.
Oleh sebab itu, summer course ini diharapkan mampu membekali tenaga pendamping kehutanan yang tangguh dan terampil sangat dibutuhkan untuk mengelola hutan. Pendamping nantinya akan dibekali dibekali kemampuan teknis, pengetahuan, serta jejaring.
"Kami kerja sama dengan PSLB (Pusat Studi Lingkungan Berkelanjutan) untuk Summer Course 4-8 Agustus 2025, di Temanggung dan Ungaran,” lanjut Rawana.
Direktur PSLB, Agus Setyarso menerangkan, perlunya penerapan Smart Industrial Agroforestry dalam mengelola perhutanan sosial. Tanaman pepohonan dikombinasikan dengan tanaman pangan, hortikultura, peternakan, serta perikanan. Lokasi perhutanan sosial itu kemudian bisa dimanfaatkan untuk wisata edukasi bagi masyarakat.
“Pengengelolaan perhutanan sosial tidak bisa sukses sendirian, tetapi butuh kolaborasi dengan berbagai pihak," kata dia.
Ia mengatakan, sampai 2025, Kementerian Kehutanan telah memberikan akses perhutanan sosial kepada 1,4 juta kepala keluarga dengan total lahan 8,3 juta hektar.
Ia menyebut, sudah sekitar 15 ribuan kelompok usaha yang terbentuk, tetapi baru sekitar 10 persen saja yang bisa menjalankan operasional bisnis mereka.
"Masih butuh banget support biar mereka bisa naik level," tutup dia. (H-3)